Selasa, 12 Desember 2017

Bandung, Kota Hijrahku

Diposting oleh Kuliner Malang di 08.55 0 komentar
“Hijrah bukan tentang penampilan yang baru, tetapi juga perubahan akhlak untuk menjadi lebih baik lagi” – Aku.
            Agustus 2014 aku pergi ke Bandung untuk melanjutkan kuliahku. Aku kuliah di salah satu universitas swasta di Bandung dengan mengambil jurusan Manajemen Bisnis. Banyak yang mengira menjadi perantau itu enak, bebas, dan mandiri. Mandiri, memang. Semenjak itu aku berubah menjadi seorang perempuan yang mandiri. Jika di rumah aku ada fasilitas buat mengurus semuanya, disini aku harus memulainya semua dari  nol. Mengatur uang bulanan, uang kuliah, urusan pribadi, dan masih banyak lagi.
            Selama satu semester itu tak ada yang beda dari ku. Aku masih sama menjadi perempuan yang dulu, masih menjadi seorang anak kecil yang masih belajar tentang hidup. Perubahanku diawali ketika aku bertemu dengan beberapa teman sekolahku. Saat itu aku melihat dia terlihat menarik ketika dia memakai rok yang panjang dan kerudung yang panjang, dalam hatiku bertanya “Gimana ya rasanya? Aku pingin, tapi aku belum siap” gumamku. Kali ini permasalahan niat itu bukan ada di ibuku, tapi ada di diriku. Aku masih terlalu takut untuk memakai kerudung panjang karena aku merasa ilmuku belum mampu dan tingkahku tak se-anggun perempuan yang lain.
            Maret 2014, akhirnya aku beranikan diri untuk memakai kerudung panjang. Saat itu aku belum punya kerudung panjang, jadi  untuk sementara aku memakai kerudung yang ukuran biasa tetapi di double agar terlihat tebal dan panjang. Saat itu aku keluar dari kamar asrama bertemu dengan salah sau temanku yang berkerudung panjang, dia melihat aku dengan senyum dan bilang “Naah, gitu dong. Kelihatan cantik kamu pakek kerudung sama baju kayak gitu”, “Hehe” jawabku.
            Juni 2015, aku datang ke acara buka bersama sekaligus reuni dengan temanku SMP. Kita masih sama, ketawa, mengingat kebiasaan kita di kelas, dan masih banyak lagi. Disela-sela itu ada temenku yang bilang, “Desi, kamu kok jadi gini?”, “Mak, pakaianmu kok ribet banget panjang-panjang”, “Mak, jalan sama kamu berasa jomplang. Kamu pakek kerudung panjang, akunya masih pakek baju lengan pendek”, “Mbak, kamu gak ikut aliran sesat kan?”, dan masih banyak lagi pertanyaan yang mereka bilang ke aku. Aku hanya tersenyum dan bilang “Hehe, aku ya gini sekarang”.

            Memang benar, hijrah itu butuh proses. Semua itu di awali dari rasa kecewa ketika harus kehilangan beberapa teman tapi akhirnya rasa nyaman itu akan ada waktunya. Bandung merubahku. Ketika orang disekitarku takut akan perubahan yang negatif dariku, tapi disini aku menunjukkan, tak semua anak rantau berubah menjadi negatif. Asal memilih teman yang benar, In Shaa Allah jalanmu akan semakin benar.

Jumat, 01 Desember 2017

Ibu, Izinkan Aku Hijrah

Diposting oleh Kuliner Malang di 02.48 0 komentar
"Jangan menunda niat yang memang baik untukmu. Lakukan semampu selebihnya biar Allah SWT yang mengatur jalanmu" - Aku

Keinginanku hijrah sudah ada sejak awal masuk SMP. Saat itu aku bilang ke ibuku "Bu, aku pingin pakek kerudung" dan beliau menjawab "Jangan dulu, kamu masih belum bisa memakainnya sekarang". Ya aku paham apa yang dimaksud ibuku, ibuku hanya tak ingin menyalah gunakan kerudukan untuk menutupi keburukanku.
Beberapa tahun kemudian, keinginanku semakin kuat untuk memakai kerudung dan saat itu aku sudah masuk SMK. Disana banyak sekali perempuan yang memakai kerudung meskipun belum sepenuhnya mereka memakainya. Saat itu aku bertanya kepada salah satu temanku "Aku pingin pakek kerudung, tapi sholatku belum lima waktu, aku udah gak pernah ngaji lagi semenjak SMP, dan aku puasa hanya di bulan Ramadhan. Gimana ya?" tanyaku saat kita hendak sholat di musholla sekolah dan mereka menjawab "Gak apa, teruskan niatmu untuk memakai kerudung. Nanti kamu juga bakalan tau rasanya ketika kamu memakai kerudung tapi tidak sholat dan ngaji, pasti nanti kamu akan merasa malu dengan kerudungmu" jawaban mereka membuatku merenungi setiap kata mereka. Lalu beberapa hari kemudian aku bertanya lagi kepada ibuku "Bu, aku pingin pakek kerudung ya?" dan jawaban beliau masih sama, "Jangan dulu. Perbaiki dulu akhlakmu baru kamu pakek kerudung". Dan untuk kesekian kalinya aku menunda.
Pada akhir November 2013, dengan berbekal niat dan keberanian aku mulai memantapkan diri memakai kerudung. Saat itu aku diam-diam memakainya agar tidak dimarahi ibuku. Aku tau, ibuku masih belum siap menerimaku dengan kerudung baruku maka dari itu aku memakainya pertama kali ketika aku diluar kota. Tepatnya saat aku magang dan merantau untuk pertama kalinya disana. Satu bulan kemudian, aku pulang dengan kerudung baruku dan ibuku terlihat bingung dan sedikit menentang, "Kamu yakin? Kamu siap?" tanyanya ketika dirumah. "Iya bu, aku udah yakin" jawabku. Mendengar jawabanku ibuku masih sedikit ragu untuk menerimanya.
Berbulan-bulan ibuku masih terus  menyinggung kerudung dan tingkahku kepadanya. Memang benar, istiqomah tak semudah memakai kerudung hanya untuk penampilan baru. Perdebatan aku dengan ibuku hampir tiap hari hanya untuk meyakinkan beliau kalau aku mampu memakainya. Alasan ibuku belum setuju salah satunya yaitu ibuku takut aku tidak bisa istiqomah dan merubah akhlakku. Ibuku takut aku tidak bisa mempertanggungjawabkan kerudungku karena tingkahku yang masih belum anggun dan kalem. Dan masih banyak lagi yang membuat ibuku takut.
Agustus 2014, aku pergi ke Bandung. Disana aku diterima disalah satu universitas swasta yang masih satu yayasan dengan sekolahku. Ibuku mengantarkan aku dengan setengah hati karena masih berat untuk melepasku kuliah jauh dari rumah. Lalu? Apakah hijrahku cukup sampai di Malang? Tidak, hijrahku masih berlanjut di Bandung.
 

Desi Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review