“Hijrah bukan tentang penampilan
yang baru, tetapi juga perubahan akhlak untuk menjadi lebih baik lagi” – Aku.
Agustus 2014 aku pergi ke Bandung
untuk melanjutkan kuliahku. Aku kuliah di salah satu universitas swasta di
Bandung dengan mengambil jurusan Manajemen Bisnis. Banyak yang mengira menjadi
perantau itu enak, bebas, dan mandiri. Mandiri, memang. Semenjak itu aku
berubah menjadi seorang perempuan yang mandiri. Jika di rumah aku ada fasilitas
buat mengurus semuanya, disini aku harus memulainya semua dari nol. Mengatur
uang bulanan, uang kuliah, urusan pribadi, dan masih banyak lagi.
Selama satu semester itu tak ada
yang beda dari ku. Aku masih sama menjadi perempuan yang dulu, masih menjadi
seorang anak kecil yang masih belajar tentang hidup. Perubahanku diawali ketika
aku bertemu dengan beberapa teman sekolahku. Saat itu aku melihat dia terlihat
menarik ketika dia memakai rok yang panjang dan kerudung yang panjang, dalam
hatiku bertanya “Gimana ya rasanya? Aku pingin, tapi aku belum siap” gumamku.
Kali ini permasalahan niat itu bukan ada di ibuku, tapi ada di diriku. Aku
masih terlalu takut untuk memakai kerudung panjang karena aku merasa ilmuku
belum mampu dan tingkahku tak se-anggun perempuan yang lain.
Maret 2014, akhirnya aku beranikan diri untuk memakai kerudung panjang. Saat itu aku belum punya kerudung panjang, jadi untuk sementara aku memakai kerudung yang ukuran biasa tetapi di double agar
terlihat tebal dan panjang. Saat itu aku keluar dari kamar asrama bertemu
dengan salah sau temanku yang berkerudung panjang, dia melihat aku dengan
senyum dan bilang “Naah, gitu dong. Kelihatan cantik kamu pakek kerudung sama
baju kayak gitu”, “Hehe” jawabku.
Juni 2015, aku datang ke acara buka bersama
sekaligus reuni dengan temanku SMP. Kita masih sama, ketawa, mengingat
kebiasaan kita di kelas, dan masih banyak lagi. Disela-sela itu ada temenku
yang bilang, “Desi, kamu kok jadi gini?”, “Mak, pakaianmu kok ribet banget
panjang-panjang”, “Mak, jalan sama kamu berasa jomplang. Kamu pakek kerudung panjang, akunya masih pakek baju
lengan pendek”, “Mbak, kamu gak ikut aliran sesat kan?”, dan masih banyak lagi
pertanyaan yang mereka bilang ke aku. Aku hanya tersenyum dan bilang “Hehe, aku
ya gini sekarang”.
Memang benar, hijrah itu butuh proses.
Semua itu di awali dari rasa kecewa ketika harus kehilangan beberapa teman tapi
akhirnya rasa nyaman itu akan ada waktunya. Bandung merubahku. Ketika orang
disekitarku takut akan perubahan yang negatif dariku, tapi disini aku
menunjukkan, tak semua anak rantau berubah menjadi negatif. Asal memilih teman
yang benar, In Shaa Allah jalanmu akan semakin benar.
0 komentar:
Posting Komentar